Jumat, 04 Juli 2014

Malaikat HOGRAS itu cinta aku.

Hari masih pagi saat Rifqa mulai mengayuh sepeda menyusuri jalan kecil menuju rumah Devan untuk mengembalikan semua kenangan manis bersama laki-laki itu. Iya kenangan yang bahkan terlalu indah untuk sekedar tak diingat. Rifqa sangat tahu betul itu.
 Saat memutuskan untuk menerima Devan masuk ke dalam hidupnya, otomatis dia harus menerima semua konsekuensi, bahkan untuk halyang terburuk. Seperti yang sedang di alami Rifqa saat ini.

Kepala Riqfa terasa pening, saat mengingat kejadian semalam.Kejadian yang memaksanya harus menempuh jarak dengan sepedanya menuju suatu tempat dengan perasaan aneh.

Di perempatan jalan, Rifqa mengambil arah kiri. Selang beberapa saat Rifqa menghentikan sepedanya di sebuah rumah bergaya minimalis yang kontras dengan rumah-rumah di sekitarnya.

Rifqa memarkirkan sepedanya sembarangan, dia bergegas mengambil sebuah kotak berukuran sedang yang tadi di berada di keranjang depan. Rifqa sedikit berlari menuju pintu rumah itu, tepat saat dia akan mengetuk pintu seorang laki-laki membuka pintu. Laki-laki itu menyengritkan dahinya melihat seorang gadis di depan pintu rumahnya.

Sesaat kemudian dia melebarkan tangannya berniat merangkul gadis berpita emas yang sedari tadi menatapnya tajam. Rifqa dengan kecepatan setara angin menepis tangan laki-laki itu.
"Gak usah sok baik. Gue udah tau siapa loe sebenarnya" tandas Riqa.
"Emang aku baik kan? Aku pernah jahat apa ke kamu, Rif?" tanya  Devan -nama laki-laki itu- berjalan satu langkah lebih dekat dengan Rifqa.

"Bukannya aku udah bilang semuanya ke kamu kalau kita berbeda? Kenapa sekarang kamu kayak gini? Kamu kecewa atas keputusanmu waktu itu?" Tanya Devan beruntun.

Rifqa membekap mulutnya dengan tangan kanan agar isakannya berhenti. Matanya mulai mengeluarkan air mata saat Devan mengatakan bahwa dia dan Devan berbeda. Perbedaan yang terlalu jauh, dan Rifqa tidak mungkin dapat menghilangkan suatu fakta itu. Rifqa dan Devan berbeda.
Apa terlau berbeda? Saat air dan minyakpun dapat bercampur dengan emulgator sehingga nantinya menghasilkan emulsi. Apa tidak ada suatu proses yang menyatukan dirinya dan Devan agar nantinya menghasilkan kebahagiaan?

Devan mengusap lembut puncak kepala Rifqa, berharap agar gadis-nya itu dapat menghentikan tangis.
Rifqa diam, tidak melakukan perlawanan apa-apa, padahal tadinya dia berniat akan melemparkan kotak yang di bawanya tetap di mata Devan. Tapi hal itu tidak terjadi, Rifqa hanya menggenggam kotak itu dengan tangan kirinya secara erat.

Devan melirik kotak yang sedari tadi digenggam oleh Rifqa.
"Rif, kamu jangan pernah kembalikan kotak itu ya, aku mohon" ujar Devan menatap mata Rifqa dengan penuh harap.
"Apa alasannya?" Rifqa mundur satu langkah dari Devan.
"Aku gak mau masuk HOGRAS itu lagi, aku mau nemenin kamu di sini. Aku cuma ingin jadi manusia kaya kamu, biar aku bisa jagain kamu."
"Tapi...."
"Aku gak mau jadi aneh di depan kamu lagi, malaikat atau apapun sebutan kamu itu. Aku cuma ingin jadi seperti kamu, tanpa sayap yang selalu menggangu ini" Devan melebarkan sayap yang ada di belakang tubuhnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar